Gus Ali Zamroni, Dosen UIN Salatiga, menjelaskan bahwa K.H. Wahab Hasbullah merupakan seorang ulama yang menekankan pentingnya kebebasan dalam keberagamaan terutama kebebasan berpikir dan berpendapat.
Hal itu disampaikannya dalam ngaji kepemimpinan yang diselenggarakan Dialektika Institute for Culture, Religion and Democracy pada Selasa (19/04/2022). “Untuk menopang tradisi kebebasan berpikir ini, Mbah Wahab Chasbullah membentuk kelompok diskusi Tashwirul Afkar (Pergolakan Pemikiran) di Surabaya pada 1914,” jelas Gus Ali.
Malik lebih jauh menjelaskan bahwa sifat rekrutmen untuk kelompok diskusi ini lebih mementingkan progresivitas berpikir dan bertindak. “Karena itu, diskusi yang diselenggarakan oleh Mbah Wahab ini pada tahap selanjutnya menjadi forum pengkaderan bagi generasi muda yang gandrung pada pemikiran keilmuan dan dunia politik,” jelas Gus Ali.
Menariknya lagi, menurut Gus Ali, Tashwirul Afkar ini menjadi forum yang menjembatani perdebatan antara kaum tradisionalis dan kaum modernis. Melalui forum ini pula, Kiai Wahab dikenal sebagai ulama yang multidimensi. Beliau juga terkenal sebagai tokoh agama dan tokoh politik. Lebih dari itu, dalam bahasa Gramsci, Mbah Wahab juga merupakan intelektual organik yang dekat dengan masyarakat.
Gus Ali juga memaparkan lebih jauh bahwa tak hanya sebagai tokoh agama dan politik, Mbah Wahab juga dikenal sebagai pendidik ulung. “Beliau banyak mendirikan sekolah dan madrasah, di antaranya ialah madrasah Ahloel Wathan di Wonokromo, Far’oel Wathan di Gresik, Madrasah Hidayatoel Wathan di Jombang dan Madrasah Khitaboel Wathan di Surabaya,” papar Gus Ali.
Kyai Wahab merupakan Kyai yang sangat nasionalis. Hal demikian terbukti dengan banyaknya kata al-wathan “nation” yang disematkan kepada madrasah-madrasah yang didirikannya. Karena itu, ulama yang juga merupakan tokoh politik nasional ini merupakan Kyai yang sangat memperjuangkan ide-ide persatuan bangsa Indonesia.
Simak penjelasan lengkapnya dalam video berikut ini: