Pahlawan nasional dari tanah Gorontalo, Nani Wartanobe memperoleh gelar Pahlawan Nasional Indonesia pada tahun 2003.
Nani Wartanobe adalah putra Gorontalo, merupakan sosok petarung Sulawesi Utara. Lahir dari keluarga berkecukupan, Nani Wartabone adalah anak dari Zakaria Wartabone dan memiliki ibu dari darahnya.
Meskipun ayahnya bekerja sebagai otoritas bagi Pemerintah Dutch Hinda, ia melihat penjajah dengan beberapa sudut pandang.
Berjiwa Pahlawan Sejak Dini
Jiwa perlawanan terhadap penjajahan lahir sejak dini. Lihat saja, bagaimana saat memasuki usi belajar di sekolah, ia menolak berpartisipasi dalam pembelajaran di sekolah. Dengan alasan karena pada saat itu guru-guru dengan kewarganegaraan Belanda terlalu tinggi ke barat dan merendahkan bangsa Indonesia.
Tidak hanya itu, Nani pernah merilis tahanan orang tuanya karena dia tidak tahan melihat orang-orang yang dipenjara.
Mulai Perjuangan Kemerdekaan
Nani Wartabone memasuki sekolah di Surabaya dan mendirikan Jong Gorontalo di Surabaya pada tahun 1923. Sejak itu, ia memulai perjuangan untuk kemerdekaan.
Lima tahun kemudian, Nani Wartabone menjadi presiden Partai Nasional Indonesia (PNI) cabang Gorontalo. Tidak hanya itu, itu seperti penduduk setempat yang memproklamirkan kemerdekaan Gorontalo tiga tahun sebelumnya, yaitu, pada 23 Januari 1942.
Pada tahun 1928, Nani kembali ke Gorontalo dan kemudian membentuk pertemuan (Huluanga). Selain itu, ia juga membentuk cabang dan porsi PNI. Tetapi karena kedua organisasi dilarutkan, Nani Wartabone mulai aktif dan memindahkan brosur organisasi di Muhammadiyah.
Dan, pada 23 Januari 1942, itu adalah langkah besar dan bersejarah bagi Nani Wartabone. Dia dan pasukannya menangkap semua pejabat Belanda di Gorontal, termasuk Kepala Kepolisian, Asisten Resident dan Kepala Kontrol.
Ribuan penduduk kurus pergi ke jalanan berhasil menduduki kantor-kantor pemerintah Belanda. Jaringan dan mount putih untuk mengganti bendera Belanda.
Acara ini dikenal nantinya sebagai hari patriotik, atau seseorang menyebutnya acara proklamasi kecil. Pada saat itu, 3 tahun sebelum proklamasi kemerdekaan Indonesia, Nani Wartabone telah menyatakan kemerdekaan.
“Hari ini, 23 Januari 1942, orang-orang Indonesia di sini bebas untuk bebas dari kolonialisme yang ada, bendera berwarna merah dan putih, kebangsaan adalah Indonesia Raya. Pemerintah nasional telah diasumsikan oleh pemerintah nasional, kami akan melindungi keamanan dan pesanan”. Dia berkata, dalam pidato pidato pada waktu itu.
Nani Wartabone meninggal pada (03/12/1986) di Gorontal pada usia 78 tahun. Dia memperoleh julukan sebagai peternak dan juga menerima ritme tentara, “Talo Dulwa Lipu Lulu”, yang berarti “pembela”.
Kemudian, Tugu Nani Wartabone didirikan di kota Gorontalo untuk mengingatkan Gorm terhadap peristiwa sejarah pada 23 Januari 1942.
Penulis : Wahyu